Posted by : Pengguna android Jumat, 23 Agustus 2013

   "Jadilah garuda-garuda yang kreatif, melek teknologi, dan berkebangsaan. Selalu menjunjung tinggi kearifan lokal di dalam dan di luar kampus." Itulah pesan dari seorang menteri perdagangan Republik Indonesia, Bapak Gitta Wirjawan, pada seminar di Sasana Budaya Ganesha tadi siang, 23 Agustus 2013.
   Paginya, setelah berhasil membuat hastag untuk Indonesia dan juga melihat penampilan dari masing-masing UKM, kami mengikuti seminar yang dihadiri Bapak Gitta Wirjawan, Ibu Tri Mumpuni, WANADRI dan Riset Indie. Seminar diawali dengan sambutan Sekjen OSKM yang menjelaskan visi OSKM bertema 'kearifan lokal', kemudian dilanjutkan oleh presiden KM ITB yang menjelaskan tema seminar, dan yang terakhir oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Bapak Kadarsah.
   Bapak Rektor tidak bisa menghadiri seminar tersebut karena harus menghadiri pertemuan rektor PTN di Jakarta. Dan kursi moderator diserahkan kepada Puteri Indonesia 2011, Maria Selena. Maria Selena yang juga merupakan alumni SBM ITB kemudian memberikan kesempatan kepada Bapak Gita untuk menyampaikan pidatonya di depan. Selain menjabat sebagai menteri perdagangan, Bapak Gita juga merupakan ketua PBSI, sehingga ia menceritakan sedikit tentang kemenangan meraih juara dunia bulu tangkis di Guang Zhou, Cina.
   Pak Gitta mengungkapkan bahwa ia terinspirasi oleh e-mail dari Kak Nyoman Anjani, presiden KM-ITB. Sehingga ia meluangkan waktunya untuk menghadiri seminar ini. Lulusan S1 University of Texas dan S2 Harvard ini mengungkapkan bahwa Indonesia sebenarnya dalah negara yang kuat secara ekonomi. Indonesia menduduki peringkat tertinggi di G-20 (dua kali lebih tinggi dari Saudi Arabia). Pertumbuhan ekonomi kita tinggi yaitu sekitar 6% per tahun sebesar satu triliun US dolar, di mana Amerika Serikat 15 triliun dolar dan Cina 8 triliun.
  Tetapi, kenyataannya PBB kita kecil, yaitu US$5000-US$7000. Penyebabnya adalah kita tidak maju di bidang teknologi. Walaupun kita kaya dari segi sumber daya alam, tapi kita gagap teknologi. Contohnya adalah bauksit. Kita mengekspor bauksit ke Australia, Australia kemudian mengolahnya menjadi aluminal, kemudian di Jepang, itu diubah m,enjadi produk siap pakai, yaitu aluminium. dalam proses tersebut, harganya naik berkali-kali lipat. Pada akhirnya kita harus membeli barang yang bahan bakunya dari kita, tetapi dijual oleh negara lain.
   Contoh konkrit lainnya adalah Korea Selatan. Pada tahun 1920, sebelum mereka merdeka, mereka dicap oloeh negara Barat sebagai negara yang malas. tetapi, pada tahun 1950, presiden mereka melakukan revolusi industri yang membawa Korea Selatan menjadi seperti sekarang, maju dalam bidang teknologi, misalnya samsung. Dengan perkembangan teknologi tersebut, kebudayaan mereka juga tersebar kemana-mana, misalnya drama Korea. Hal yang sama juga diperlukan Indonesia, yaitu industrialisasi.
   Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa baru diharapkan menjadi pemimpin yang mengerti kepentingan rakyat, tetapi tidak lepas dari geopolitik. Kita diharapkan dapat menggarudakan diri kita, sehingga kita memimpin dengan demokratis, kemahiran teknolgi, kekayaan budaya, dan kekuatan ekonomi.
   Banyak masalah yang akan kita hadapi, misalnya mitos bahwa Jakarta adalah satu-satunya daerah dimana kegiatan ekonomi berjalan, daya saing pedagang kita yang kecil akibat suku bunga kredit yang tinggi (bisa mencapai 15%, sedangkan Malaysia hanya 2%), dan juga perdagangan bebas antar negara Asean yang akan menambah pesaing dari luar negeri bagi wirausaha-wirausaha dalam negeri kita.
   Kemudian, acara seminar dilanjutkan dengan WANADRI, sebuah perhimpunan pecinta alam, yang baru-baru ini mencetak prestasi dengan melakukan pendakian '7 summits of the world'. Dengan pembicara Indra, WANADRI ingin menyampaikan pesan bahwa kita sebagai generasi muda harus sadar diri, lingkungan, dan tujuan. Agar kita dapat menjaga keutuhan NKRI, dari pencurian wilayah ataupun budaya. Beliau juga berpesan kita seharusnya bangga budaya kita diklaim negara lain, berarti kita mempunyai sesuatu yang baik, tetapi hal itu juga harus dibarengi dengan optimisme bahwa kita mampu menghasilkan budaya-budaya lain yang lebih baik.
   Ibu Tri Mumpuni pun naik ke panggung untuk memberikan presentasinya. Beliau, yang bersuami seorang alumni ITB, menyempatkan diri untuk mengunjungi ITB walaupun baru pulang dari pendakian gunung. Dengan mengusung judul 'Inegritas dan Kompetensi Alumni ITB untuk Kemandirian dan Kesejahteraan Bangsa', Ibu Tri ingin menyampaikan agar kita kelak dapat menjadi pemimpin yang berintegritas, yaitu yang peduli pada rakyatnya. Karena pada saat ini, dapat dilihat bahwa sumber daya kita justru dikuasai oleh perusahaan asing, misalnya minyak dan gas. Tetapi, kita juga tidak boleh seenaknya mengambil sumber daya tanpa peduli pada alam dan sesama manusia. Untuk itu, diperlukan hubungan antara pengetahuan logika dan perasaan (empati).
   Pembicara yang terakhir tetapi tak kalah penting adalah dari Riset Indie. Dipandu oleh CEO dan foundernya, Bang Saska yang merupakan alumni ITB, kami belajar bahwa kegiatan di luar kuliah juga penting. Dan sangat penting bagi kita untuk memiliki seorang inspirator. Demikianlah berakhirnya seminar pada sore tadi, banyak sekali yang dapat kami pelajari dari seminar tersebut. Terima kasih ITB! Terima kasih OSKM 2013!

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments